Pendidikan-Terdapat banyak kritik dari pengguna lulusan jurusan Akuntansi di perguruan tinggi, yang mengungkapkan bahwa sering kali profil akademis lulusan tidak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki saat bekerja. Pemberi kerja berharap bahwa kemampuan lulusan mencerminkan nilai akademik mereka. Sebagai contoh, lulusan Akuntansi dengan IPK tinggi seharusnya memahami transaksi dasar, mampu menyusun laporan keuangan, melakukan perhitungan pajak, dan dapat melaksanakan pemeriksaan.
Namun, kenyataannya sering kali berbeda; banyak lulusan baru yang memerlukan pelatihan tambahan selama periode tertentu. Pelatihan ini tidak hanya meliputi pemahaman tentang siklus bisnis dan jenis transaksi, tetapi juga bagaimana mencatat transaksi tersebut. Situasi ini menciptakan persepsi bahwa perguruan tinggi gagal mempersiapkan lulusan yang siap pakai untuk industri.
Banyak perguruan tinggi sering mengundang perwakilan dari industri untuk mendengarkan saran yang diperlukan mengenai kebutuhan lulusan. Namun, terkadang orang yang diundang tidak sesuai dengan kebutuhan spesifik jurusan. Sebagai contoh, untuk jurusan Akuntansi, seharusnya yang diundang adalah manajer akuntansi dari industri yang dapat menjelaskan secara tepat apa yang mereka harapkan dari lulusan.
Jika yang diundang adalah manajer dari divisi pemasaran atau manajer umum, maka yang akan mereka bicarakan tentu saja adalah kompetensi lulusan di bagian mereka, yang mungkin tidak sesuai dengan misi jurusan Akuntansi. Jika masukan ini diterima tanpa kritik, maka dapat terjadi perombakan kurikulum yang justru semakin menjauh dari kompetensi yang diharapkan oleh pengguna utama mereka. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jurusan Akuntansi memasukkan mata kuliah tentang pemrograman, padahal seharusnya lebih fokus pada penggunaan software audit, akuntansi, dan ERP, karena mahasiswa Akuntansi adalah pengguna, bukan pengembang yang seharusnya berada di ranah Teknologi Informasi.
Sebagai respons terhadap keluhan tentang ketidaksesuaian lulusan, jurusan Akuntansi harus kembali ke inti ilmu mereka dan justru memperbanyak mata kuliah tentang akuntansi, keuangan, dan perpajakan agar kompetensi mahasiswa semakin mendalam. Untuk ilmu penunjang lainnya, bisa diberikan dalam bentuk workshop dan seminar yang mengundang ahli yang benar-benar berkompeten, bukan oleh dosen yang setengah ahli atau ahli semu.