OPINI - Kaesang, putra kedua Jokowi jadi ketua umum PSI. Bukankah AD/ART melarang setiap kader PDIP punya keluarga yang berbeda partai? Ini pernah terjadi pada kader PDIP yang lain dan dicabut keanggotaannya. Tapi, nampaknya aturan ini tidak berlaku bagi keluarga Jokowi. Buktinya? Kaesang, putra Jokowi telah secara resmi menjadi kader, bahkan ketum PSI.
Tidak sampai di situ. Gibran, kakak kandung Kaesang yang sampai saat ini masih menjadi kader PDIP, telah resmi pula didaftarkan menjadi cawapres Prabowo. Padahal, PDIP mengusung capres sendiri yaitu Ganjar Pranowo. Lalu, apa yang dilakukan PDIP terhadap Gibran? Hanya ada anjuran. Gibran dianjurkan mundur dari PDIP dan dengan suka rela mengembalikan ID Card keanggotaannya. "Cukup diserahkan saja lewat ajudan, tidak harus Gibran sendiri yang datang", kata FX Rudi, ketua PC PDIP Solo. Lembek ! PDIP-pun tidak berani memecat Gibran, apalagi Jokowi.
Sampai hari ini, semua pernyataan kader PDIP masih sangat lembut. Baik kepada Jokowi maupun kepada Gibran. Apakah ini bisa diartikan bahwa PDIP memang tidak lagi berdaya? Apakah PDIP tidak punya kekuatan dan nyali menghadapi Jokowi?
Lihat kasus yang terjadi, ini memang cukup berat bagi PDIP. Terutama buat Megawati dan Puan Maharani. Apalagi kalau mengingat jasa Megawati dan PDIP kepada Jokowi and family.
Jokowi semula bukan kader PDIP. Diangkat jadi kader karena mau nyalon walikota Solo. Jokowi lalu diberi tiket nyalon walikota Solo dan menang. Dua kali diberi tiket. Dua kali Jokowi menang. Lalu, Jokowi dibawa ke Jakarta untuk ikut pilgub DKI. Menang lagi. Lalu, di pilpres 2014 dan 2019. Jokowi diusung oleh PDIP. Dua kali menang dan terpilih jadi presiden. Karir yang sangat bagus.
Tidak sampai di situ. Gibran, putra sulung Jokowi pun diberi tiket untuk nyalon Walikota Solo. Menang juga. Begitu juga dengan menantu Jokowi, yaitu Bobby Afif Nasution. Bobby diberi tiket untuk maju di pemilihan walikota Medan. Menang juga. Total tiket PDIP yang diberikan ke keluarga Jokowi ada tujuh. Setelah tujuh tiket mengantarkan Jokowi dan family menjadi pengelola negara, mendadak Gibran jadi cawapres Prabowo. Sebelumnya, Kaesang lebih dulu menjadi ketua umum PSI. Di sinilah publik melihat awal pembangkangan Jokowi kepada Megawati dan PDIP.
Seorang kader PDIP, Adian Napitupulu bilang: "Apa yang dilakukan Jokowi hari ini karena ia sangat kecewa kepada Megawati. Proposal Jokowi "tiga periode dan tunda pemilu" kepada Megawati tidak dikabulkan. "No positif respon".
Benarkah pembangkangan Jokowi itu karena faktor proposal tiga periode atau tunda pemilu yang tidak dikabulkan oleh Megawati? Boleh jadi tidak sepenuhnya benar. Menjadi salah satu faktor, itu mungkin. Tapi, konflik Megawati vs Jokowi sebenarnya sudah lama terjadi. Penyebabnya sangat kompleks. Diantaranya karena Jokowi merasa tertekan berada di dalam tekanan Megawati.
Baca juga:
Tony Rosyid: PKB Masuk Koalisi KPP?
|
Tapi, faktor yang paling dominan adalah bahwa Jokowi tidak memiliki prospek di PDIP. Pilihannya adalah ambil PDIP, atau berada di luar PDIP. Ini faktor utamanya.
Semula, Jokowi berupaya capreskan Ganjar Pranowo melalui Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Ini jalan efektif untuk membangun kekuatan di internal PDIP. Sebuah sekenario yang bisa mengarah pada kudeta pimpinan PDIP pasca Megawati. Sinyal itu sangat kuat. Tapi, Gagal !. Ganjar rupanya lebih loyal dan patuh pada Megawati. Gagal ambil Ganjar, Jokowi bermanuver ke Prabowo. Dukungan Jokowi ke Prabowo dibuktikan dengan menjadikan Gibran sebagai cawapres Prabowo.
Clear ! Setelah cawapreskan Gibran, Jokowi terang-terangan akan melawan Megawati dan PDIP. Jokowi seorang politisi yang sangat berpengalaman dan piawai. Jokowi pasti sudah hitung dengan cermat dan matang. Sebesar apa kekuatan PDIP, dan dari sini ia siap mengahadapinya. Ini sekaligus menjadi informasi kepada publik, bahwa PDIP sepertinya tidak sekuat dulu lagi. Saat ini, Jokowi pegang kendali sepenuhnya. PDIP nampaknya tidak memiliki cukup energi dan kekuatan untuk melawan, apalagi impechment Jokowi. Kenapa? Karena pendaftran pilpres sudah dimulai. Semua partai (di luar PDIP dan PPP) sudah berada di koalisi yang lain. Artinya, partai-partai telah sepekat untuk mengawal pemilu sukses. Tidak ada opsi lagi untuk jatuhkan Jokowi.
Semua menteri dan pejabat tinggi yang berafiliasi kepada PDIP diberi pilihan. Loyal kepada Jokowi dan tetap dipertahankan? Atau loyal ke Megawati, lalu dipecat?
Dengan sikap dan manuver politik Jokowi yang ekstrim ini, bagaimana reaksi PDIP dan Megawati? Apakah semua menterinya akan mundur? Tidakkah ini justru merugikan PDIP itu sendiri?
New York, 26 Oktober 2023
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa