OPINI - PDIP hampir saja mengusung Anies di pilgub Jakarta. Usulan mengusung Anies sudah disampaikan secara resmi DPD PDIP ke DPP. PDIP rencananya akan pasang cawagub. Prasetyo Edi Marsudi menjadi salah satu alternatif cawagub Anies.
Ketika PKS deklarasikan AMAN, singkatan dari Anies - Sohibul Iman, PDIP mulai berpikir ulang. Sebab, peluang untuk ambil cawagub seolah tertutup. PDIP berupaya cari alternatif. Ini tidak mudah, karena PDIP di Jakarta hanya punya 15 kursi. Kurang 7 kursi untuk bisa mengusung pasangan cagub-cawagub. Sementara, PDIP tidak punya calon yang potensial dan menarik bagi partai lain untuk ikut gabung dan berkoalisi.
Saat ini, PDIP nampak sendiri. PDIP berseberangan dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dibentuk Jokowi. PDIP juga berada di luar Koalisi Perubahan yang dibentuk oleh PKS-PKB-Nasdem. Posisi PDIP sekarang terjepit diantara dua koalisi besar yaitu KIM dan Koalisi Perubahan.
Dalam situasi kebuntuan ini, muncul Ahok. Kader PDIP yang di pilgub DKI 2017 dikalahkan oleh Anies-Sandi dengan sangat dramatis. Kasus penistaan agama telah memicu 7 juta umat Islam memenuhi halaman Monas di Jakarta. Mereka protes terhadap Ahok yang saat itu full diback up Jokowi.
Tidak hanya Umat Islam, Ahok dan para pendukungnya nampak merawat memori ini. Dalam banyak kesempatan Ahok seringkali menyinggung soal kekalahannya di pilgub DKI. Ahok dan para pendukungnya seperti belum bisa menerima peristiwa 2017 silam. Mereka menganggap pilgub Jakarta 2017 itu hasil politisasi agama dan intoleransi. 2024 ini, perlu diuji kembali dengan rematch, kata Ahok penasaran.
Saat ini, Ahok ingin sekali rematch dengan Anies. PDIP pun memberi sinyal, meski masih samar. Nampak ada keraguan. Karena PDIP tidak cukup kursinya untuk mengusung Ahok. Tapi, Ahok kelihatan sangat bersemangat dan antusias.
Keinginan Ahok untuk rematch ini jadi berkah buat Anies. Nama Anies yang mulai redup pasca kekalahannya di pilpres, muncul kembali ketika Anies mendeklarasikan diri untuk siap kembali ikut kontestasi di pilgub Jakarta. Sambutan pendukung Anies kembali antusias ketika partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan menyatakan akan mengusung. Di tengah proses konsolidasi koalisi, nama Ahok muncul. Ahok tantang Anies untuk rematch. Tantangan Ahok ini berpotensi membangunkan kembali para pendukung Anies dari kelesuannya. Bagi pendukung Anies, ini gairah baru. Alam bawah sadar mereka terdorong untuk bergerak kembali. Turun ke lapangan, ambil bagian untuk melawan Ahok.
Beberapa hari kedepan, pernyataan rematch Ahok diprediksi akan mampu menggerakkan para pendukung Anies untuk melakukan konsolidasi. Tantangan Ahok akan menjadi vitamin yang menyegarkan kembali gairah bagi para pendukung Anies untuk keluar dari peristirahatannya pasca pilpres pebruari lalu. Di sinilah panggung Anies mulai tegak kembali.
Apakah ini disebabkan karena Ahok non muslim? Lalu muncul stigma bahwa umat Islam tidak bisa menerima pemimpin non muslim? Atau lebih ekstrim lagi, apakah muslim Jakarta tidak suka atau benci terhadap non muslim?
Sangat simple menguji stigma ekstrim ini. Andaisaja yang menjadi lawan Anies di pilgub Jakarta itu Franz Magnis Suseno atau Rocky Gerung yang non muslim itu, apakah akan ada perlawanan masif dari Umat Islam? Jawabnya, pasti tidak. Orang pintar lawan orang pintar. Sesama tokoh berintegritas berkompetisi. Warga Jakarta mungkin akan santai saja. Sebab, siapapun yang menang, mereka adalah orang-orang yang berintegritas dan punya kompetensi. Teristimewanya: mereka tidak bikin gaduh.
Baca juga:
100 Anak Muda Bawa Ide
|
Lalu, apa kesimpulannya? Ini bukan soal muslim non muslim. Ini juga bukan soal isu mayoritas vs ninoritas. Ini tidak ada hubungannya dengan etnis. Tapi, Ahok dengan semua kelebihannya, memang tokoh kontroversial. Dan kontroversial Ahok dianggap merisaukan mayoritas warga negara yang muslim, khususnya di Jakarta. Itu saja masalahnya.
Maka, karakter kontroversial Ahok ini menggairahkan bagi warga Jakarta yang notabene muslim majority ini untuk melawannya dalam setiap kontestasi politik. Saiapapun yang akan jadi lawan Ahok, umat nampaknya akan ambil bagian dan peran secara antusias untuk menghadapi Ahok.
Jakarta, 21 Juli 2024
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa